15 Maret 2025 3:28 am

Dalam beberapa hari ini Tim Tata Tertib (Tatib) Nesaba disibukkan oleh masalah penggunaan gawai (HP) oleh para peserta didik yang tidak pada tempatnya dan tidak sesuai peruntukkannya. Ada siswa yang menggunakan gawainya untuk game online, ada yang menggunakan gawainya untuk live di medsos, dan beberapa penggunaan gawai di kalangan peserta didik yang tidak sesuai peruntukannya.

Sebenarnya di awal masuk ke SMP Negeri 01 Batu, peserta didik sudah menandatangani kesepakatan melalui surat pernyataan bahwa mereka hanya akan menggunakan gawainya untuk pembelajaran dan harus sesuai dengan SOP (standar operasional procedure) yang berlaku. Akan tetapi yang namanya anak ya kadang ada saja yang tidak mematuhi prosedur tersebut.

Setelah menanyai beberapa anak yang terbukti melanggar kesepakatan tersebut, ternyata Tim Tatib menemukan beberapa anak yang tidak bisa hidup tanpa gawai.

Gawai  yang  terhubung  sistem  daring  dengan  berbagai  fitur  ibarat  pisau  bermata  dua. yang bisa bermanfaat, tetapi juga bisa membahayakan kehidupan anak-anak. Sejumlah anak mengalami “gangguan jiwa” akibat adiksi gawai. Bahkan secara terang-terangan mereka mengatakan bahwa mereka serasa mati tanpa gawai. Jika sudah seperti ini, maka gawai tak ubahnya seperti zat adiktif bagi anak-anak.

Setelah melakukan kajian dengan menelusuri beberapa referensi terkait over-use atau penggunaan yang berlebih terhadap gawai di kalangan para pengguna, kami bisa mengambil kesimpulan bahwa beberapa anak mengalami kecanduan bergawai. Bahkan ada anak yang ketika orang tuanya dihadirkan di ruang Tatib untuk penyitaan gawainya, mereka menangis seperti anak TK. Aneh tapi itulah yang terjadi pada mereka yang mengalami adiksi bergawai.

Dalam buku “Piawai Bergawai” yang ditulis oleh Miswanto (salah satu dari Tim Tatib Nesaba) beberapa waktu lalu, beberapa orang yang kecanduan gawai bisa dilihat dari kebiasaan sehari-hari. Nomophobia (no mobile phobia) adalah istilah untuk orang-orang yang mengalami adiksi gawai, di mana dia merasa takut jika melakukan aktivitas sehari-hari tanpa smartphone. Singkatnya, tiada hari tanpa gawai. Ciri-ciri orang yang mengalami adiksi gawai bisa beragam. Dari anak-anak hingga orang dewasa dapat mengalami adiksi yang satu ini. Hal tampak secara umum yang terlihat dari mereka yang kecanduan gawai adalah sebagian besar waktunya dihabiskan untuk menggunakan gawai, seperti smartphone, tablet, laptop, dan gadget lainnya. Berikut ciri-ciri adiksi pada gawai yang perlu diwaspadai.

  • Tidak bisa mengendalikan diri untuk bergawai serta merasa keberatan, enggan, resah, seperti ada yang kurang jika tidak bergawai, walaupun hanya sebentar.
  • Selalu memprioritaskan gawai (media sosial) daripada kehidupan sosial atau hal-hal produktif serta tugas dan pekerjaan yang menjadi kewajibannya.
  • Saat bergawai sering abai terhadap situasi dan kondisi sekitarnya, lupa durasi, hingga lupa waktu makan, dan sebagainya.
  • Sering menggunakan gawai di waktu makan, bersama keluarga, atau aktivitas lain yang sebenarnya tidak memerlukan gawai.
  • Sering memeriksa status atau unggahan pada gawai di tengah malam serta adanya ketakutan dan perasaan terisolasi saat tidak melihat media sosial atau disebut fear of missing out (FOMO).
  • Menghabiskan banyak waktu untuk status di media sosial, membalas status-status di media sosial, atau mengirim email menggunakan gawai sebagai bentuk komunikasi kepada orang lain.

Menurut Kominfo, fenomena anak-anak yang kecanduan gawai setidaknya semakin terlihat dalam lima tahun terakhir. Meskipun belum ada angka pasti berapa persentase dan jumlah anak yang mengalami gejala kecanduan gawai, dari sejumlah kasus yang terungkap di publik, hasil kajian, survei, dan penelitian menunjukkan fenomena kecanduan gawai pada anak saat ini berada pada situasi mengkhawatirkan. Tak hanya menjadi korban, anak-anak juga terlibat dalam sejumlah kasus yang masuk kategori tindak pidana. Sayangnya tidak semua orang tua menyadari bahwa anak-anak mereka mengalami kecanduan gawai.

Untuk mengatasi kecanduan gawai pada anak-anak khususnya mereka yang ada di jenjang sekolah menengah pertama memerlukan trik khusus. Berikut ini beberapa tips khusus dari buku “Piawai Bergawai” yang dapat dilakukan untuk untuk mengatasi anak-anak yang kecanduan gawai.

  1. Memberikan pemahaman tentang dampak adiksi gawai. Pemahaman tentang dampak kecanduan gawai ini penting diberikan kepada anak agar mereka tidak larut di dalamnya. Menanamkan pemahaman seperti ini bisa dilakukan dengan memperbanyak literasi terkait dampak kecanduan gawai sebagaimana telah dikupas sebelumnya. Jika sudah paham dan mengetahui betul apa saja bahayanya, kemungkinan besar mereka akan berpikir seribu kali untuk terlalu sering bermain gawai.
  2. Memperbanyak bersosialisasi dengan teman. Memperbanyak waktu bersosialisasi dengan teman ini diyakini bisa mengurangi ketergantungan gawai pada anak usia remaja. Dengan bersama teman-temannya, maka gabutnya akan hilang dan senang pun datang. Hal ini yang akan membuat mereka lupa gawainya. Saat memutuskan untuk berkumpul bersama teman-teman, perlu membuat kesepakatan untuk tidak mengeluarkan gawai masing-masing. Gunakan waktu berkumpul untuk mengobrol dan bersenda gurau. Jangan sampai gawai akan menjauhkan orang terdekat yang sudah ada di depan mata.
  3. Matikan gawai sebelum tidur. Sekitar 30–60 menit sebelum waktu tidur, gawai harus mati. Cara ini mungkin terasa sulit di awal, tetapi akan terbiasa jika rutin dilakukan. Hal ini juga membuat tidur lebih cepat dan lelap, sehingga bangun tidur mata, pikiran, dan tubuh menjadi lebih segar.
  4. Hapus aplikasi penyebab adiksi. Di gawai remaja sekarang pasti ada beberapa aplikasi yang sering dibuka. Biasanya aplikasi-aplikasi itu yang kerap membuat kecanduan. Ada baiknya beristirahat sementara dari aplikasi tersebut dan menghapus aplikasi dari gawai.

Untuk melakukan hal-hal tersebut di atas, perlu dukungan dari semua pihak baik guru dan orang tua. Ketika di sekolah anak-anak dilarang menggunakan gawai untuk game online, tetapi ketika di rumah tidak dibatasi, maka usaha yang dilakukan sekolah pun akan sia-sia. Bisa jadi di sekolah tidak main gawai, tetapi di rumah seharian terus main gawai.

(Tim Tatib Nesaba)